Senin, 24 Oktober 2016

Ochi, kakakku yang seksi 1

Namaku Fadel, sejak SMA aku tinggal berdua bersama kakak perempuanku Rosi yang biasa kupanggil kak Ochi di sebuah rumah kontrakan. Sedangkan orangtuaku tinggal di kota yang berbeda karena urusan bisnis. Saat ini aku masih kelas 2 SMA sedangkan Kak Ochi sudah kuliah semester tiga. Menurutku kak Ochi cewek yang sempurna, sudah cantik, baik lagi. Idaman semua cowok deh pokoknya, termasuk aku, adeknya, hehe..
Setahuku kak Ochi sekarang sedang jomblo, soalnya dia tidak pernah bilang kalau dia sudah punya pacar lagi sejak putus dengan mantan pacarnya dulu. Soalnya kalau ada apa-apa dia biasanya sering curhat padaku, bahkan sampai ngomongin urusan kuliahnya yang tentu saja aku tidak paham.
Meskipun kak Ochi sudah beberapa kali pacaran sejak dia SMA dulu, tapi setahuku dia masih perawan. Aku gak pernah periksa sih, tapi aku yakin saja kalau dia memang masih perawan. Kesehariannya kalau dia sedang ngampus atau keluar rumah pakaiannya biasanya selalu tertutup dan memakai jilbab, walau itupun kadang baju dan celananya agak ngetat juga. Tapi kalau di rumah jangan ditanya, pakaiannya sembarangan amat. Sampai-sampai aku yang adeknya sendiri jadi nafsu melihatnya. Tapi yang jadi masalah itu dia sering menggodaku dengan omongan dan ulah-ulah nakalnya.
Makin hari entah kenapa aku makin terobsesi pada kakakku sendiri sampai menjadikan kakakku sendiri sebagai objek onani, lagian salah dia sendiri sih sering menggodaku. Apalagi dia seringnya pake baju minim kalau sedang di rumah, bagaimanapun aku kan laki-laki juga. Ada cewek cantik, seksi, dengan pakaian terbuka berada di dekatku mau gak mau bikin si konti jadi ikutan berontak. Sebenarnya aku cukup beruntung karena aku salah satu orang yang bisa melihat tubuh kakakku dalam balutan pakaian minim begini. Orang lainnya? yaitu teman-temanku yang sering main ke sini.
Tidak heran ketika teman-temanku main ke rumah mereka selalu terkagum-kagum melihat kakakku yang hanya menggunakan celana pendek sepaha dengan kaos oblong. Sungguh beruntung mereka mendapat pemandangan segar seperti itu di rumahku. Kakakku sendiri tidak terlalu peduli dan cuek saja dengan pakaiannya itu, bahkan bersikap ramah pada mereka, meladeni obrolan juga candaan mereka. Sama sepertiku, teman-temanku yang aku dapatkan ini pikirannya sama ngeresnya denganku. Walaupun aku lebih ngeres lagi karena nafsu sama kakak sendiri.
Saat ini salah satu temanku datang ke rumahku. Namanya Ucup. Katanya sih mau bikin PR bareng, tapi seperti biasa, waktu kami lebih banyak habis karena main PS doang. Selain itu dianya pasti juga sekalian cuci mata kalau datang ke rumahku.
“Bro.. bagi foto kakak lo dong,” pintanya di sela-sela asik main game.
“Buat apaan?”
“Kayak gak tau aja lo.. ya buat bahan coli lah.. hehe.” katanya kurang ajar bicara begitu tentang kakakku.
“Kampret lo.. lo minta aja sendiri kalau berani sana,”
“Oke.. ntar deh gue coba, lo gak marah kan?”
“Kalau dia bolehin, gue sih gak masalah.. asal lo gak jepret dia diam-diam aja.”
“Tok-tok-tok!!” terdengar suara ketukan di pintu kamarku.
“Dek.. ajak temannya makan dulu, nih udah kakak siapin makan.” panggil kakakku dari balik pintu.
“Iya kak, bentar.” sahutku, kebetulan aku juga sudah lapar dan bosan kalah mulu main game sama si Ucup.
Kami pun menghentikan permainan dulu untuk makan. Ketika keluar, aku melihat kakakku hanya menggunakan tanktop putih dan celana pendek merah muda. Duh, gak malu apa dia pake gituan. Aku yang adiknya saja sampai berdesir melihatnya, apalagi temanku ini yang orang luar. Benar saja, kulihat ke sebelahku si Ucup dengan tampang bloonnya melongo melihat penampilan kakakku, untung saja si Ucup masih bisa menguasai kondisi.
“Udah makan, kak? Bareng yuk” kata Ucup basa-basi.
“Belum sih.. kalian aja deh yang makan duluan,” jawab kakakku sambil masih sibuk membereskan dapur.
“Bareng aja yuk kak, sini.. ntar demo loh cacingnya, hehe..”
“Hmm.. iya deh,” setuju kak Ochi akhirnya ikut makan bersama kami. Aku perhatikan si Ucup ini curi-curi padang ke arah kakakku yang tepat duduk di depannya. Sialan nih kampret matanya.
“Kakak yang bikin yah?” tanya Ucup.
“Iya, kenapa dek? Gak enak ya?”
“Enak kok, enak banget malah.. bikin nafsu.”
“Bilang nafsu kok liatin kakak sih, ayo.. gak mikir yang macam-macam kan?” pancingnya. Mulai deh kakakku nakal.
“Gak kok, kak, kan maksudnya nafsu makan, bukan nafsu yang lain.. duh beruntung banget yah si Fadel punya kakak cewek yang seperti kakak, jadi iri Ucup.. udah cantik, baik, bisa masak lagi, hehe..”
Kak Ochi tertawa renyah mendengar godaan temanku yang cabul ini. “Hihi.. bisa aja kamu, ya udah.. kalau gitu habisin yah, jangan dibuang-buang loh makanannya.”
“Sip Kak, gak perlu disuruh itu mah.”
Setelah makan, kami pun melanjutkan lagi membuat PR yang belum selesai tadi. Kali ini kami mengerjakannya di ruang tengah, sambil nonton acara tv yang menayangkan pertandingan liga Indonesia yang gak mutu ini. Ya.. kutonton juga karena yang main klub dari kotaku. Kuperhatikan dari tadi kakakku sering amat mondar-mandir kesana kemari. Maksudnya apa coba? Tebar pesona? Bikin aku dan Ucup teralihkan fokus saja, bahkan sampai gak ngelihat gol barusan karena pandangan mata kami berubah fokus, malah melihat ayunan bongkahan pantat kakakku dari belakang. Akhirnya menjelang magrib barulah semua PR ini selesai, jadi lama amat selesainya gara-gara kami masih saja kebanyakan nyantainya dari pada bikin PR.
“Kak, Si Ucup pulang nih..” teriakku sambil mengantar si Ucup ke depan rumah. Saat itu kak Ochi sedang berada di dalam kamar mandi.
“Pamit pulang dulu, kak..” kata Ucup berteriak berpamitan.
“Iya.. hati-hati yah.. jangan bosan main ke mari.” jawab kakakku juga berteriak dari dalam kamar mandi.
“Eh, ngomong-ngomong... lo gak jadi minta foto ke kakak gue?” tanyaku pada si Ucup saat kami di depan rumah.
“Udah kok tadi, hehe.”
“Kapan emang?” tanyaku heran karena tidak mengetahuinya, diam-diam aja nih anak kampret.
“Itu.. waktu gue ambil minum tadi itu lho.. hehe.”
“Diam-diam aja lo ya.. sialan lo.. udah sana lo pergi.” kataku sambil mengayunkan kakiku seperti menendang ke arahnya. Dengan tertawa-tawa dianya menghindar dan pergi dari dari hadapanku.
“Udah pulang temanmu, dek?” tanya kakakku dari belakang.
“Udah kak, barusan.” jawabku sambil membalikkan badan.
Deg, aku cukup terkejut melihat penampilan kakakku. Tubuhnya hanya dibalut handuk putih yang tidak dapat menutupi indahnya belahan dada dan pahanya. Rambutnya masih basah, dan yang lebih menggoda lagi masih ada tetes-tetes air di kulit mulusnya bahkan ada yang tampak meluncur ke belahan dadanya itu. Tentu saja anuku jadi berdiri, aku memang tidak tahan kalau melihat dirinya basah-basahan begini. Apalagi kalau dia basah-basahan karena keringatnya sendiri seperti saat habis berolah raga, jauh lebih menggoda.
“Liatin apaan kamu, dek?”
Duh, aku ketahuan sedang memperhatikan dirinya. “Eh.. ng.. nggak ada kok, kak.”
“Hmm.. Kamu belum mandi kan? udah sana mandi, liatin kakaknya ntar aja.. kakak gak kemana-mana kok.. hihi.”
“Ye.. Siapa juga yang mau liatin kakak.. ” kataku pura-pura jaim.
Kakakku tidak berkomentar lagi dan diapun berlalu kembali menuju ke kamarnya. Aku masih terpana melihat sosok indah kakakku ini, sambil dia berjalan aku masih saja memperhatikan dirinya, mataku seperti tidak ingin lepas dari tubuhnya itu. Dan sepertinya Dewa mesum memang sedang berpihak padaku karena “sreet..” handuknya tiba-tiba jatuh hingga memperlihatkan tubuhnya yang telanjang itu. Celanaku menjadi makin sempit karenanya.
“Duh.. dek, jangan liat!!” teriaknya manja.
“Eh.. i-iya, kak, kakak sih pake handuk kecil gitu..”
Diapun segera mengambil handuknya, tapi bukannya mengenakannya lagi, dia malah menenteng handuk itu dan lari telanjang bulat ke kamarnya, sungguh binal dan mengundang birahi. Jadilah makin puas mataku melihat adegan binal kakakku itu, yang selama ini di luar rumah selalu tertutup dan memakai jilbab, kini aku melihat tubuh indahnya bertelanjang bulat bahkan berlari bugil di dalam rumah. Penisku tegang sejadi-jadinya, sekilas aku melihat belahan vaginanya saat dia mengambil handuk tadi, selain itu saat berlari buah dadanya juga terlihat berayun-ayun menggoda.
Aku sudah tidak tahan lagi karena aksi kakakku itu, aku segera mandi yang tentu saja juga diikuti dengan kegiatan onani membayangkan tubuh bugil kakakku yang binal. Sungguh onani yang luar biasa saat itu.
Saat aku keluar dari kamar mandi, aku disambut lagi oleh kakakku yang berada di dapur. “Lama amat mandinya dek? Ngapain sih kamu? Onani?”
Sial.. tebakannya tepat sasaran. Lagian ulahnya juga sih tadi yang membuat aku terpaksa onani. “Eh.. a-anu.. biasa kan, kak.. aku kan cowok normal. Kakak sih pakai telanjang tadi, hehehe..” jawabku sambil cengengesan.
“Dasar, udah kakak bilang jangan lihat. Emang kamu baru pertama kali lihat cewek bugil ya, dek? hihi..”
“Iya nih, Kak, makasih ya.. hehe.”
“Huu.. anggap aja tadi itu rezeki kamu. Tapi kamu siram yang benar kan? awas kalau ntar lantainya lengket-lengket di kaki kakak.”
Mendengar omongan kakakku itu aja aku jadi horni lagi, membayangkan kalau kaki kakakku terkena semprotan pejuku. “Iya.. udah disiram kok, kak.. cek aja kalau gak percaya.. hehe.”
Tiba-tiba aku berpikir untuk membalas aksi kakakku tadi, aku penasaran juga menunjukkan penisku di depan kakakku, kira-kira bagaimana reaksinya ya.. hehe.. Memikirkan itu saja penisku kembali tegang, tentu saja langsung nyemplak di handuk yang kukenakan ini.
“Dek..”
“Ya, kak?”
“Itu kamu bangun lagi tuh.. mikir yang jorok-jorok yah? Jangan macam-macam kamu, dek.”
“Eh.. nggak kok, kak.. maaf.” Duh, terpaksa aku membatalkan aksiku. Udah kepergok duluan sih mikirin yang nggak-nggak. Lain kali saja deh kutunjukkan.
“Udah sana pakai bajumu,” suruhnya lagi.
“Iyaaaa,”
Aku menuju kamarku, kemudian bersantai sejenak menenangkan diriku dan adik kecilku yang tadi sempat tegang. Kuisi waktu dengan mendengarkan musik, baca komik dan tidur-tiduran di atas tempat tidur. Cukup lama juga aku mengurung diri di kamar, mungkin hampir tiga jam. Merasa bosan akupun keluar kamar untuk menonton tv. Aku menemukan kakakku sedang tertidur di sofa depan tv.
“Dasar.. lagi tidur tapi tv dibiarkan hidup,” gerutuku.
Ketika hendak mematikan tv, mataku lagi-lagi tertuju pada tubuh kakakku yang tidur sembarangan ini. Paha putih mulusnya terpampang dengan jelasnya membuat nafsuku bangkit lagi. Jantungku berdetak kencang melihat pose tidurnya yang sembarangan itu. Entah darimana timbul keberanianku, kupelorotkan celana pendek beserta celana dalamku sehingga penisku menjuntai bebas di depan kakakku yang sedang tertidur. Akhirnya aku dapat menunjukkan penisku di hadapannya, tapi sayang dia tidak sadar.
Aku semakin berani saja, kemudian aku kocok penisku sendiri di depan wajah kakakku. Sungguh gila dan teramat nekat memang, tapi aku tidak peduli lagi. Aku sudah betul-betul tidak tahan. Lama kelamaan kocokanku makin cepat dan sepertinya aku akan segera sampai. Debaran dadaku semakin cepat.
“Dek!! Kamu apa-apaan sih”
Aku terkejut bukan main, kakakku terbangun, mungkin terjaga karena aku yang terlalu berisik. Tapi spermaku sudah sampai di ujung penisku. Padahal niat hati tidak ingin sampai keluar di depannya. Tapi kepalang tanggung, dianya sudah terbangun dan sudah sampai sejauh ini, kakiku bahkan jadi tidak ingin mundur menjauh darinya. Akhirnya tetap kuarahkan ujung penisku ke wajahnya dan croott.. crrroott!! Spermaku menyembur bertubi-tubi dengan telaknya ke wajah kakakku yang cantik.
Gila! aku membukkake kakakku sendiri. Jadilah wajah cantiknya kini berlumuran cairan putih kental milikku. Aku betul-betul puas, sangat lega karena bisa menuntaskan hasratku, ini betul-betul orgasmeku yang paling luar biasa yang aku rasakan selama ini.
“Kamu apa-apan sih, deeeekkkk? Sembarangan amat.” teriaknya histeris.
“Maaf, kak.. g-gak tahan,” kataku nyengir. Aku merasa bersalah juga melakukan hal ini pada kak Ochi. Sungguh perbuatanku kali ini teramat nekat. Bisa-bisanya aku menumpahkan spermaku seperti itu ke wajahnya. Tapi tadi itu betul-betul luar biasa nikmatnya.
“Ihh.. belepotan gini, bau kan?!” rengeknya manja sambil mengusap ceceran spermaku itu dengan ujung jarinya. “Ya udah, kali ini kakak maafin.. tapi jangan ulangi lagi,” sambungnya.
“Iya, kak.. maaf.” kataku.
Kakakku hanya tersenyum kecil, aku lega melihat dia tersenyum, untung saja dia tidak marah lagi. Tapi melihatnya tersenyum dengan wajah penuh sperma itu memberikan sensasi tersendiri bagiku, membuat dadaku jadi berdebar-debar.
“Ambilin tisu dong, dek.. keburu kering nih ntar peju kamu, cepetaaan.. kamu kira kakak suka apa belopotan peju kamu kayak gini?”
Aku segera mengambil kotak tisu yang berada di atas meja dan memberikannya ke kakakku. Kakakku menerimanya dan mulai membersihkan wajahnya yang berlumuran peju adiknya itu.
“Puas kamu? Ngecrot sembarangan aja.. ini wajah kakakmu lho, bukan tembok wc!! dasar kamu kebanyakan nonton bokep!!” katanya dengan wajah kesal sambil masih membersihkan wajahnya.
“Maaf, kak..”
“Iya-iya.. udah bersih belum dek wajah kakak? Ada yang tinggal nggak?” tanyanya sambil memperlihatkan wajahnya di depanku.
“Itu, kak, di bawah bibir.” kataku menunjuk bawah bibirku sendiri untuk memberi petunjuk.
“Hmm.. Untung gak masuk ke mulut.. udah?”
“Iya, kak.. udah bersih.”
“Ya udah, pakai lagi tuh celana kamu.. apalagi coba? Belum puas apa?”
“Eh.. i-iya, kak.” akupun memakai celanaku lagi lalu duduk di sebelahnya.
Kami terdiam beberapa saat, aku sendiri tidak tahu harus ngomong apa lagi. Aku merasa begitu canggung karena kejadian barusan. Ingin aku kembali ke kamar saat itu tapi aku juga masih ingin berada di dekat kakakku, siapa tahu akan ada kesempatan yang lebih besar.
“Maaf yah, kak..” kataku mencoba membuka obrolan.
“Iya.. Makanya cari pacar dooong.. masa kakak kamu yang jadi pelampiasan.. dasar.”
“Habisnya kakak cantik sih.. seksi lagi.. nafsuin, ouppss!” Duh, aku keblablasan.
“Hihi.. kamu ini.. dasar yah.. udah berani macam-macam ke kakak.. masih bocah ingusan juga, hihihi..”
“Enak aja bocah.. siapa bilang, tadi kan kakak udah liat punyaku.. gede kan, kak? Hehe,”
“Huu.. Rese kamu…” Kayaknya dia gak mau ngaku, malu mungkin. “Udahan kan, dek? Gak kepingin pejuin kakak kamu lagi kan? tidur lagi yuk..”
“Tidur bareng maksudnya, kak?” tanyaku. Sebenarnya sampai saat ini sesekali aku masih tidur bareng kakakku, biasanya kalau dia ketakutan kalau lagi hujan badai. Tempat tidurnya juga cukup luas dan muat untuk dua orang.
“Enak aja, ntar kamu macam-macam lagi.”
“Yah.. kirain,”
“Hmm.. ya udah, malam ini tidur bareng lagi, tapi ingat jangan macam-macam.”
Akhirnya dia mau juga tidur bareng, sepertinya dia memang berniat menggodaku. Ya sudah.. kesempatan, rasain kamu ntar, Kak.
“Iya deh, kak.. bentar pipis dulu.”
“Ya udah, kakak ke kamar dulu, jangan lupa nanti semua lampu dimatikan.”
“Beres, kak.”
Dia pun menuju kamarnya sedangkan aku ke kamar mandi. Aku jadi berdebar-debar memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Penisku tanpa sadar ngaceng kembali, duh ngilu.

***

“Tok.. tok..”
“Kak…”
“Iya, dek, masuk aja..”
Aku pun masuk ke kamarnya. Kakakku duduk bersandar di ranjang sambil membaca novel remajanya, tampak sebagian tubuhnya sudah masuk ke dalam selimut. Aku masih berdiri saja di sini.
“Napa dek? Masih grogi gara-gara tadi? Hihi.. Kan udah kakak maafin..”
Kubalas saja dengan senyum kecil. Akupun berjalan menuju ke ranjangnya.
“Ops, tunggu bentar!!” katanya menghentikanku, apa lagi nih maunya dia.
“Kamu udah cuci kaki?” tanyanya dengan nada suara menggoda, membuatku jadi gemetaran.
“Udah, kak..”
“Hmm.. udah cuci tangan belum?”
“Udah juga”
“Gosok gigi udah belum?”
“Udaaaah..”
“Ya udah.. boleh naik ke ranjang deh kalau gitu.. hihi.. sini dek, bobok.”
Ckckck, dasar kakakku ini. Akhirnya aku naik ke atas ranjangnya dan tiduran di sampingnya yang masih asik membaca.
“Tapi kamu belum minum susu kan?”
“S-susu... kak?”
“Iya, susu,” katanya dengan tatapan menggoda padaku. Tentu saja aku juga menatap ke arah susunya.
“Kalau itu belum, kak, hehe.”
“Mau?”
“M-mau apa, kak?” tanyaku grogi, berharap dia menawarkan susunya padaku.
“Mau kakak tabok? Jangan ngarap deh kalau itu.. week!” katanya memeletkan lidah.
Sial, cuma menggodaku aja ternyata. Akupun merebahkan kepalaku dengan kesal. “Kak.. matiin dong lampunya, mana bisa tidur..” kataku beralasan agar segera bisa beraksi, padahal aku sebenarnya belum ngantuk.
“Ah, kamu ini nganggu kakak baca aja.. iya-iya,” dia pun menutup bukunya dan bangkit dari ranjang untuk mematikan lampu.
Degh, ternyata dia hanya memakai celana dalam saja di balik selimut itu. Dengan hanya memakai baju kaos dan celana dalam seperti itu, kak Ochi kelihatan sangat menggoda, dadaku kembali berdebar dengan kencangnya karena dirinya ini.
“Napa, dek? Kan tadi siang udah sempat liat kakak bugil.. masa gini aja nafsu?”
“Hehe.. maunya sih liat kakak bugil lagi,”
“Week.. jangan macam-macam kamu, udah sana bobo.”
“Klik,” lampu pun dimatikan dan dia pun naik ke atas ranjang, berbaring memunggungiku.
Aku belum berani untuk melanjutkan macam-macam dulu saat ini, padahal tadi niatnya pengen cari-cari kesempatan, tapi dari pada aku diusir lebih baik kutunda dulu niatku. Kupaksakan juga memejamkan mata meskipun celanaku sangat sempit. Bagaimana tidak sempit, di sebelah ada kakakku yang cantik dan binal hanya memakai kancut seksi sebagai bawahannya.
Tapi ternyata aku tidak bisa menahannya, dari balik selimut kupelorotkan lagi celanaku hingga peniskupun bebas. Aku kocok barangku sendiri dari balik selimut itu dengan pelan sambil menatap kakakku meskipun hanya bagian belakang tubuhnya saja. Memikirkan kalau dibalik selimut ini dia hanya memakai celana dalam dan aku sendiri tidak memakai celana makin membuat birahiku tinggi. Tapi sepelan apapun aku onani ternyata dia terusik juga.
“Lagi ngapain kamu, dek? Onani lagi? Udah dibilang jangan macam-macam.. baru juga tadi kan pejuin Kakak?” katanya menghadapkan wajahnya padaku.
“Eh.. m-maaf, kak.. gak tahan.”
“Iya.. tapi jangan disini dong.. dasar kamu nafsu sama kakak sendiri,” meskipun bicara begitu tapi dia tidak berusaha bangkit ataupun mendorongku dari ranjangnya. Merasa diberi angin, kuteruskan saja onaniku.
“Ckckck.. dikasih tau malah ngelunjak kamu,” katanya geleng-geleng kepala. “Awas kalau kamu macam-macam!!” sambungnya, diapun tiduran lagi membelakangiku, membiarkanku adiknya meneruskan aksi onaniku itu di sampingnya.
Makin lama bukannya aku semakin puas tapi malah makin tersiksa, aku seperti ingin menuntaskannya lagi. Aku sibakkan selimut yang tadi menutupi bagian bawah tubuhku sehingga kini penisku terpampang bebas. Aku makin berdebar-debar, sensasi ini sungguh luar biasa, aku mengocok batang penisku yang tidak tertutup apa-apa lagi di atas ranjang kakakku dengan dianya ada disampingku. Aku tidak peduli lagi ucapannya agar tidak macam-macam. Aku bangkit dan membuka selimut yang menutupi tubuhnya. Tubuh molek indahnya kini terpampang di depanku. Mataku langsung tertuju pada pahanya yang putih mulus.
Kocokanku makin cepat melihat ini semua, nafsuku sudah sampai di ubun-ubun, tapi aku masih bisa menahan untuk tidak memperkosa kakakku, bisa masalah entar.
“Dek…” aku terkejut mendengarnya, ternyata dia masih terjaga meskipun saat ini matanya sedang tertutup. “Mau kakak hajar?” sambungnya tanpa mengubah posisi tidurnya.
“Eh.. nggak kak, s-sorry kak,”
Akupun menutupi tubuhnya lagi dengan selimut, begitupun aku juga kembali berbaring dan masuk ke selimut. Duh, gagal. Lanjutin gak yah.. tapi udah dikasih peringatan berkali-kali ini. Belum tentu kalau aku masih juga ngelunjak dia masih mau maafin. Ah, kucoba sajalah.
“Kak..” panggilku.
“Hmm? Apa? bobok lagi sana,”
“Ngg.. Boleh meluk gak?”
“Kalau meluk, meluk aja tapi jangan macam-macam,” jawabnya membolehkan.
Yes, senang banget dibolehin meluk dirinya. Langsung saja kulingkarkan tanganku ke perutnya dan memeluknya dari belakang. Bagian depan tubuhku menempel ke tubuh belakangnya, dan tentu saja penisku yang masih bebas bergesekan dengan bongkahan pantatnya yang hanya dibalut kancut tipis itu.
“Dek, celana kamu belum kamu pakai juga?”
“Belum, kak.. gak apa yah, kak?”
“Dasar.. jangan nakal tapi kamunya..”
“Iya, kak.”
Betul-betul kesempatan emas bagiku, aku dapat mencium harum tubuhnya itu. Tidak hanya sekedar memeluk, kesempatan itu juga kugunakan untuk meraba perut dan pinggangnya. Dia mencoba menepis tanganku ataupun menggoyangkan tubuhnya karena risih, tapi lama-kelamaan akhirnya dia capek sendiri dan membiarkan saja aksi nakal tanganku. Untuk saat ini aku tidak ingin melakukan hal yang lebih lagi, cukup ini dulu lah untuk malam ini. Seperti ini saja aku sudah beruntung banget. Akupun berusaha memejamkan mataku lagi ditengah kenyamanan ini, kali ini hingga aku benar-benar tertidur.
Besoknya aku terjaga lebih cepat, itu karena tadi malam aku tidur lebih awal dari biasanya. Sekarang jam masih menunjukkan pukul lima pagi, masih terlalu pagi untuk beraktifitas bagiku. Namanya laki-laki kalau pagi-pagi gini si konti tidak bisa kompromi, apalagi ada cewek cakep alias kakakku yang cantik di sebelahku. Kuperhatikan kakakku masih tidur dengan nyenyaknya, sesekali dirinya menggeliat karena hawa pagi yang dingin. Berbeda dengan tadi malam, untuk pagi ini kayaknya aku bakal gak kuat menahannya.
Masih sama-sama di dalam selimut, aku peluk dirinya lagi dari belakang, bahkan kali ini mulai berani meraba buah dadanya. Dengan kurang ajarnya kugoyangkan pinggulku sehingga penisku bergesekan dengan pantatnya di bawah sana. Beberapa kali kakakku melenguh seperti akan bangun, tapi karena tidak benar-benar bangun jadinya tetap kuteruskan aksi cabulku yang nekat ini.
Makin lama aku semakin tidak tahan, kusibak lagi selimut itu. Lalu dengan nekatnya aku mengangkangi wajah kakakku dan mengocok penisku di depan wajahnya lagi, tepat di atas bibir mungilnya.
“Adek!!” lagi-lagi dia terbangun di saat-saat genting seperti ini. “Kamu ini!! masa mau pejuin muka kakak lagi?”
Aku tidak menghiraukan ucapannya lagi kali ini dan tetap saja mengocok penisku karena tanggung, dan crooot… crrooot!! Untuk kedua kalinya aku menyemprot wajah kakakku dengan spermaku.
“Adek… nggmmhh..” dia gelagapan menerima semprotan spermaku, kali ini ada yang masuk ke mulutnya.
Cairan putihku kali ini menyemprot lebih banyak dan kencang dari sebelumnya, bahkan ada yang sampai ke rambutnya. Kugeser posisiku dan mundur setelah ejakulasiku itu. Betul-betul banyak ternyata, sampai ada yang meleleh ke leher dan sprei tempat tidurnya.
“Ngggmmm… adek..!!”
“M-maaf, Kak..”
“Kamu ini, udah kakak bilang cukup sekali kemarin aja, eh malah ngulangin.. rese kamu. Tuh lihat sampai kotor gitu kan tempat tidur kakak..!!”
“Maaf deh, kak… biar Fadel yang bersihin nanti.” kataku merasa bersalah.
“Dasar kerjaan kamu onani mulu.. kosong tuh dengkul. Ya sudah, udah terlanjur juga.. ambilin lagi sana tisu,”
“Iya, kak.” akupun mengambil tisu yang ada di atas meja dan memberinya ke Kak Ochi. “Nggak marah lagi kan, kak?”
“Mau kamu kakak marah terus?”
“Hehe.. Ya enggak lah kak, terus spreinya gimana, kak? Jadi cuci?”
“Hmm.. biar aja deh, ntar juga kering.. kalau gak kering juga terpaksa deh gantian kakak yang tidur di kamar kamu ntar malam.”
“Makasih yah, Kak.. hehe.”
“Dasar.. Dulu waktu mama ngandung kamu mama ngidam apa sih? Kok gini amat mesumnya, hihihi.. Untung semprotnya di muka kakak, coba kalau di..” dia tiba-tiba berhenti bicara.
“Kalau dimana, kak?” tanyaku memancing, kulihat wajah kakakku memerah karena malu menyebutnya.
“Tau sendiri lah kamu.. Udah sana mandi, ntar terlambat kamu sekolah.” Kakakku bangkit dari tempat tidur dan membuang tisu itu ke tempat sampah.
“Iya, kak..”
“Kamu mau sarapan apa, dek? Kakak bikin nasi goreng aja yah?” katanya sambil mengikat rambut sebahunya itu kuncir kuda.
“Oke, kak..”
Dia tersenyum dan meninggalkan kamar. Aku menyusulnya keluar tidak lama kemudian untuk segera mandi dan bersiap-siap ke sekolah. Sungguh beruntung aku bisa menyemprot di wajahnya sampai dua kali, aku harap masih akan ada lagi semprotan ketiga, keempat atau seterusnya. Aku penasaran apa yang akan kulakukan lagi nanti sepulang sekolah bersama kakakku yang cantik dan seksi itu.

***

Aku buru-buru pulang saat selesai jam sekolah. Aku sangat menantikan aksi selanjutnya bersama kakakku. Tapi ternyata aku tidak beruntung karena sepertinya Kak Ochi belum pulang dari kuliahnya. Selain itu aku juga sudah lapar banget karena belum makan siang. Katanya sih Kak Ochi bakal beliin ayam goreng untuk lauk makan siang kami, tapi udah sore gini dia belum pulang juga. Terpaksa aku hanya nonton tv sambil menahan perut yang keroncongan.
Dua jam kemudian barulah ia pulang, seperti biasa ia selalu mengenakan pakaian yang tertutup lengkap dengan jilbabnya bila keluar rumah.
“Duh, dek.. sorry yah, sorry.. kelaman yah nungguinnya? Udah lapar yah? Sorry banget… tadi kakak ada perlu…” ucapnya pertama kali saat masuk rumah.
Sebenarnya aku kesal, tapi karena melihat wajah memelasnya itu hatiku jadi luluh. “Iya, iya..” jawabku sambil mengambil bungkusan ayam itu dari tangannya.
“Jangan makan duluuuu… kakak ganti baju dulu bentar, kita bareng makannya.” katanya sambil bergegas ke kamarnya.
“Iyaaaa…” jawabku lemas. Sebenarnya aku pengen ngikutin dia ke kamarnya, siapa tahu dibolehin liat dia ganti baju, hehe, tapi ternyata rasa laparku lebih kuat. Akupun ke dapur mengambil piring untuk kami berdua.
Selang beberapa lama kemudian dia keluar dari kamarnya. Kali ini dia malah mengenakan kaos biru yang pas-pasan di tubuhnya dan celana pendek hitam yang mirip celana dalam. Sungguh berbeda dengan apa yang aku lihat sebelum dia masuk kamar. Yang tadinya begitu serba tertutup, kali ini begitu terbuka dan memperlihatkan lekuk tubuh indahnya.
“Mau yang paha atau yang dada, dek?” tanyanya dengan memegang paha di tangan kanannya dan dada di tangan kirinya. Duh, coba aja yang ditawarkan itu paha dan dada miliknya, pasti kupilih keduanya, hehe.
“Mau paha ayam atau dada ayam?” tanyanya lagi, yang sepertinya tahu apa yang sedang kupikirkan.
“Eh, dada aja, kak..” jawabku akhirnya.
“Nih…” katanya sambil meletakkan paha ayam ke piringku, loh kok. “Kakak pengennya dada, lebih gede… hihi.” seenaknya aja dia, trus ngapain pake nanya tadi.
Aku hanya memandang kesal padanya, tapi dia cuek saja dan pergi ke ruang tengah untuk makan sambil nonton tv. Sabar...sabar… ntar kubalas kakakku ini. Kena semprot lagi baru tau rasa dia. (Agan-agan pembaca ada yang mau bantuin semprotin gak? Hehe…
Aku juga mengikutinya makan sambil nonton tv, kakakku duduk bersimpuh di bawah sedangkan aku sengaja duduk di atas sofa yang ada di belakangnya. Setidaknya dengan posisiku disini aku bisa menuntaskan dua nafsu sekaligus, nafsu makan dan nafsu birahi dengan memandangi kakakku.
“Temanmu gak main kesini lagi, dek?” tanyanya disela-sela makan.
“Nggak kak, kenapa emang?”
“Gak ada sih, bagus soalnya karena kakak gak digoda terus, apalagi temanmu kemarin itu si Ucup, pake minta foto kakak segala.”
“Ngapain juga sih kakak kasih?”
“Biarin aja, cuma jepretin kakak beberapa kali doang.” jawabnya santai. Kak Ochi gak tahu apa kalau bakal dijadikan objek coli si Ucup. “Tapi, dek..” katanya melanjutkan.
“Tapi apa, kak?” tanyaku penasaran.
Dia tersenyum kemudian naik ke atas sofa di sebelahku. “Kemarin itu dia juga ambil foto bugil kakak lho..” katanya berbisik.
Jleb!! Apa? Jadi kakakku difoto bugil sama si Ucup? berarti duluan si Ucup yang melihat tubuh bugil kakakku. Pantasan tadi waktu aku mau lihat foto kakakku yang dijepretnya kemarin dia gak mau, terus waktu pulang kemarin dia juga tampak kesenangan, begitu toh ternyata. Bakal kuhajar si Ucup itu besok. Namun aku penasaran juga bagaimana si Ucup merayu kakakku sampai kakakku mau difoto bugil oleh si Ucup. Tapi ah.. sudahlah, lagian aku sudah lihat juga walau sesaat. Tapi aku tetap tidak habis pikir kakakku mau saja difoto bugil olehnya. Mengetahui hal itu aku malah horni, membayangkan kakakku telanjang di depan orang lain yang tidak jelas seperti si Ucup itu.
“Gak apa kan, dek? Cuma foto doang kok.. itupun dia maksa sih, lagian dia janji gak bakal nyebarin.”
“Walaupun maksa, kok kamu mau mau aja sih, kak?” gerutuku dalam hati. “Iya, terserah deh.. curang tuh si Ucup. Dasar otak ngeres dia.” sungutku.
“Sama kaya kamu.. makanya cari cewek sanaaaa,” katanya sambil mencubit pipiku dengan tangan kanannya, sehingga meninggalkan butiran nasi yang menempel di wajahku.
“Duh, kak.. sakit tahu..” kataku lebay, dianya malah ketawa-ketawa saja. Tapi yang kulihat selanjutnya membuat darahku berdesir. Dia mencolek nasi yang ada di pipiku itu lalu memakannya, bahkan dia mengemut-ngemut jarinya sendiri sambil tersenyum manis menatapku. Aku jadi terpana melongo. Tapi tunggu.. mana ayamku? Sial, ternyata sudah diembatnya.
“Kaaaaaaaaaak!!” teriakku histeris. Jadi ternyata dia sengaja bikin aku mupeng demi mengambil ayam milikku? Betul-betul bikin kesal. Dia betul-betul harus tanggung jawab, udah bikin aku mupeng, dianya juga ngambil ayamku.
“Hihihi, makanya jangan ngeres!!” katanya berlari ke dapur sambil ketawa-ketawa. Aku hanya meremas sisa nasi di piringku yang kini tidak ada lauknya lagi, terpaksa kusudahi makanku.
“Udah sana mandi, udah sore..” katanya santai seperti tidak bersalah. Dia yang sepertinya tahu kalau aku masih kesal terus saja tertawa kecil, bikin aku tambah kesal saja. Dia pun masuk ke kamarnya meninggalkanku.
Awas yah, kak.. betul-betul akan kutembak lagi mukamu, batinku.
Aku beneran mandi setelah itu. Meski sedang horni-horninya tapi aku tidak onani karena memang sengaja menyimpannya nanti untuk balas dendam. Selesai mandi aku pun ke kamar kakakku. Kulihat dia sedang asik di depan laptopnya.
“Ngapain kamu, dek? Nempel mulu dari tadi,”
“Suka-suka dong..” jawabku cuek.
“Pengen coli lagi kamu? Mau nembak muka kakak lagi? Jangan ngarep ya..”  Ampun deh, sering amat isi kepalaku ditebak sama dia. “Kakak lagi sibuk, jangan ganggu deh..” sambungnya.
Sibuk apanya? Yang kulihat dia malah asik edit-edit foto. Tapi melihat dia yang lagi asik ngedit foto aku jadi kepikiran hal mesum, bagaimana kalau nanti aku juga mengedit fotonya, kupotong gambar kepalanya lalu kutempel ke foto cewek telanjang yang lagi disetubuhi rame-rame. Duh, ngebayanginnya aja aku jadi horni.
“Iya… gak ganggu kok, kak..”
Kak Ochi hanya melirikku sebentar lalu melanjutkan lagi kesibukannya itu. Akupun hanya tidur-tiduran saja di ranjangnya sambil main game di hpku, aku masih menunggu waktu yang tepat.
“Haaaah.. Cape juga..” katanya sambil melemaskan badannya mengangkat tangannnya ke atas. “Eh, tumben kamu gak nganggu?” sambungnya melirik padaku.
Aku hanya cengengesan saja.
“Ya udah, kakak mau mandi dulu, kamu mau disini aja? Tapi jangan macam-macam yah di kamar kakak..”
Dia pun keluar kamar untuk mandi. Cukup lama aku sendirian di kamarnya, dasar cewek.. mandinya lama amat. Setelah sekian lama barulah dia kembali, sekali lagi aku melihat tubuh indahnya yang basah itu hanya diselimuti handuk kecil.
“Lama amat, kak?”
“Emang itu urusan kamu? Suka-suka kakak dong...” jawabnya ketus, bikin kesal aja tapi tetap aja nafsuin.
“Dek, kakak mau ganti baju nih..” katanya memandang ke arahku.
“Terus?” kataku cuek, dia pasti bakal nyuruh aku keluar nih, pikirku.
“Kamu mau milihin baju buat kakak gak dek? Pilihin deh suka-suka kamu.. anggap aja sebagai ganti rugi ayam tadi,”
Jebret!! Aku terkejut mendengarnya. Aku kira tadi bakal diusir, tapi malah disuruh milihin baju untuk dia.
“Eh, y-yang bener, kak?”
“Iya..” jawabnya sambil tersenyum manis.
Yuhu… asik, aku dibolehin milihin baju buat dia. Waktunya berfantasi ria, mana mungkin bakal kupilihkan baju yang biasa-biasa saja, akan kugunakan kesempatan ini secabul mungkin. Langsung saja kubuka lemari bajunya, saking banyak isinya aku jadi bingung sendiri. Tapi biarlah, kapan lagi bisa mengobrak-abrik isi lemari kakakku ini.
“Cepetan, dek..”
Dadaku jadi berdebar-debar, akhirnya aku bisa mewujudkan salah satu khayalanku. Segera kuobrak-abrik isi lemarinya tanpa peduli kalau dia akan marah.
“Dasar kamu.. Sampai berantakan gitu lemari kakak.. kontrol diri, dek.. hihi,”
Setelah cukup lama membuat berantakan isi lemarinya, akhirnya kupilih sepotong kemeja putih lengan panjang yang tampak transparan dan sepasang kaos kaki putih sebetis, tentu saja tanpa celana dalam ataupun bh.
“Ini, dek? Dalamannya?”
“Gak usah, kak.. itu aja.. mau kan, kak?”
“Dasar mesum.. iya deh, ngadap sana dulu kamunya… biar surprise ntar,” pintanya.
Aku pun membalikkan badanku. Sebenarnya aku kepengen melihat dia yang dari telanjang hingga mengenakan itu semua. Tapi betul juga katanya, sepertinya bakalan lebih mengejutkan kalau aku tidak melihat prosesnya. Dia melempar handuknya itu ke kepalaku, entah apalah maksudnya. Mungkin saja sebagai penanda kalau kakakku ini sudah bugil polos di belakangku. Hanya terdengar suara kresek-kresek selama beberapa saat setelah itu.
“Udah, dek..” katanya tidak lama kemudian.
Aku pun memutar lagi tubuhku. Dan woooow… jantungku berdebar dengan kencangnya, aku langsung panas dingin melihat pemandangan di depan mataku ini. Khayalan mesumku terwujud. Kakakku terlihat sangat seksi dan menggoda dengan pakaian yang aku pilihkan itu. Dia hanya mengenakan kemeja putih lengan panjang tanpa apa-apa lagi di baliknya. Kemeja itu tampak longgar dan cukup dalam hingga menutupi paha atasnya, hanya beberapa senti dari pangkal selangkangannya, seandainya dia duduk pasti pantat dan vaginanya akan terpampang bebas. Karena kemeja itu agak transparan, aku dapat melihat puting payudaranya yang menerawang dan juga bayangan hitam dari rambut kemaluannya. Sepasang kaos kaki putih yang melekat di kaki indahnya makin menambah kesan seksi dan imut luar biasa. Ah.. untung saja aku tidak mimisan.
“Gimana, dek? Suka?” tanyanya sambil memutar tubuhnya bergaya di depanku.
“Iya, kak.. s-su-suka banget..”
Duh, aku betul-betul tidak tahan lagi untuk onani saat ini. Penisku menengang sejadi-jadinya dari balik celana. Kakakku hanya tersenyum melihat gelagatku.
“Kenapa, dek? Pengen coli ya kamu?” Duh, kenapa sering kali dia bisa menebak isi pikiran cabulku. “Hmm.. kakak bolehin deh kali ini..” katanya lagi.
“Heh? Beneran, kak? Biasanya kan kakak marah..”
“Iya.. sesekali gak apa lah kasih kamu hadiah kaya gini.. hihi,”
“Hehe.. kakakku ini emang yang paling baik, udah cantik, seksi lagi..” godaku yang kesenangan.
“G-o-m-b-a-l!!” katanya mengeja kata itu per huruf.
Aku pun segera membuka celanaku beserta kolornya, merasa tanggung aku membuka bajuku juga sehingga aku jadi telanjang bulat di depannya. Betul-betul suasana yang cabul.
“Adek!! Seenaknya aja kamu bugil di kamar kakak!! Gak ada yang boleh bugil di sini selain kakak!!”
“Hehe, biar lebih asik, kak.. gak apa yah, kak? Kali iniiii aja,”
“Ya udah ya udah ya udah, suka-suka kamu deh, lihat… udah tegang gitu punyamu, hihihi..” katanya melirik ke penisku.
Aku hanya cengengesan saja. Aku lalu duduk di tepi ranjangnya dan mulai mengocok penisku di depannya sambil mataku menjelajahi tubuhnya. Dia masih berdiri di depanku, membebaskan aku sepuas-puasnya menatap dirinya dengan pakaian seperti itu.
“Semangat amat, pelan-pelan aja, dek, ntar lecet loh.. hihi. Tuh kalau kamu mau, pakai aja body lotion kakak..”
“Boleh juga tuh, kak..”
Dia pun mengambil botol body lotion yang ada di atas meja riasnya dan memberikannya kepadaku. “Nih..”
Aku menerimanya dan melanjutkan aksiku kembali, kali ini dibantu dengan lotion darinya. Betul-betul luar biasa rasanya.
“Panas ya, dek? Merah gitu mukanya..”
“Hehehe.. gimana gak panas, kak, pemandangannya kayak gini…”
Dia hanya tersenyum, tapi apa yang kulihat kemudian? dia membuka satu kancing kemejanya lalu melirik nakal padaku, membuat tubuhku gemetaran saking horninya. Tapi satu kancing yang terbuka belum cukup untuk melihat belahan dadanya.
Seakan mengetahui pikiran mesumku, dia membuka satu lagi kancing kemejanya, lalu satunya lagi!! Kini belahan dadanya terlihat jelas. Duh, kakakku betul-betul penggoda yang jago.
“Cukup segitu aja yah, dek…” katanya lalu tersenyum.
Ah, padahal aku berharap kalau dia membuka seluruh kancing kemejanya, bahkan kalau bisa telanjang. Tapi ini saja cukup dan sudah membuatku tidak tahan. Aku meneruskan kocokanku sambil menjelajahi seluruh bagian tubuhnya, mulai dari wajah, leher, dada, paha hingga betisnya. Semuanya sungguh putih mulus dan terawat. Dia sendiri santai saja berdiri di depanku sambil BBM-an dengan sesekali melirik dan tersenyum manis padaku.
“Kak.. pakai kacamata itu dong, pasti tambah cantik deh, hehe…” pintaku sambil menunjuk kacamata bacanya yang ada di atas meja. Sebenarnya dia gak rabun sih, tapi sesekali dia memang memakai kacamata kalau lagi lama-lama di depan laptop atau lagi baca buku, biar matanya gak sakit katanya. Kacamata itu juga modelnya biasa-biasa saja, dengan tangkai hitam tipis dan kaca persegi yang bening.
“Hmm? Ini, dek?” tanyanya sambil mengangkat kacamata itu kemudian memakainya.
Duh, sekarang dia tambah imut saja. Bayangkan saja, dia hanya memakai kemeja putih polos yang beberapa kancingnya terbuka tanpa bawahan dan dalaman, sepasang kaos kaki putih, dan juga kacamata. Kurang imut apa lagi coba? Siapa yang bakal tidak tahan? Makin lama kocokanku semakin cepat, kurasa aku sudah hampir sampai.
“Kak…”
“Hmm? Apa?” tanyanya dengan nada suara yang merdu.
“Mau keluar.. Ntar keluarin dimana nih, kak?” tanyaku sambil mengocok penisku dengan cepat.
“Maunya kamu?” tanyanya balik dengan lirikan menggoda, membuat aku makin tidak tahan saja.
“Di muka kakak lagi boleh gak, kak? Hehe,” pintaku untung-untungan.
“Dasar.. kakak udah tebak kamu bakal minta itu, hmm.. iya deh.. kali ini aja ya.. Udah mau keluar, dek?”
“Iya, kak, bentar lagi nih..”
Kakakku kini bersimpuh dihadapanku sambil tetap tersenyum manis, wajahnya hanya berjarak sekitar lima belas senti dari ujung penisku. Kali ini sensasi yang kurasakan sungguh luar biasa karena dia dengan suka rela dan dalam keadaan sadar memperbolehkanku untuk menyiram wajahnya dengan spermaku, bahkan matanya menatapku sambil tersenyum manis! Aku sudah tidak tahan lagi!!
“Kak.. k-keluaaaarrrrr… arghhhh!!”
“Crooot.. croooottt..” spermaku menyemprot dengan banyaknya ke wajahnya untuk ketiga kalinya. Bertubi-tubi spermaku mendarat ke wajah bening cantiknya itu seperti tidak akan berhenti. Karena matanya yang terlindungi kacamata membuat dia tidak perlu memejamkan matanya dan terus menatapku selama aku ejakulasi.
Tidak sia-sia aku tidak onani tadi ketika mandi, jadinya aku dapat menembak lebih banyak peluru sekarang, sangat banyak dan sungguh nikmat sekali. Kukeluarkan semuanya hingga tetes terakhir, mengosongkan kantung zakarku dan memindahkan semua isinya ke wajah kakakku ini. Kini wajah kakakku yang cantik, putih dan halus jadi belepotan pejuku yang kental dan lengket.
“Nggmmh.. banyak amat sih dek ngecrotnya? Bauuuuu…” protesnya dengan nada manja setelah semprotanku berakhir. Dia lepaskan kacamatanya yang juga kotor terkena pejuku.
“Sorry deh, kak.. tapi kakak makin cantik aja belepotan gitu.. hehe.”
“Huu… Iya iya iya, makasih pujiannya.. enak ya kamunya, udah tiga kali pejuin muka kakak,”
Aku hanya cengengesan saja karena memang sungguh beruntung bisa pejuin mukanya, bahkan ternyata bisa sampai tiga kali. Dia lalu bangkit dan mengambil kotak tisu.
“Sayang tuh kak, kalau langsung dibersihin..”
“Hmm? Terus? Maunya kamu? Masa dibiarin aja sampai kering? Gak mau ah.. bau,”
“Kalau gitu ditelan aja, kak..” kataku berani.
“Haaah?!! Sembarangan.. jorok tau!! kamu kira enak apa? Nih kamu telan aja sendiri.. nih nih nih…” katanya mencolek sperma di wajahnya dengan telunjuk lalu mengarahkannya padaku.
“Ah, Kak.. apaan, nggak..!!” kataku panik.
Kakakku tertawa terbahak-bahak melihatku yang jijik dengan spermaku sendiri. “Hahaha.. tuh kan, kamu sendiri aja jijik, pake nyuruh kakak segala..” katanya sambil masih saja tertawa. Sialan kakakku ini.
“Hmm.. Tapi dikit aja yah? Lihat nih,” sambungnya. Dia menjulurkan lidahnya dan menjilati ujung telunjuknya tadi yang ada tetesan sperma itu, kemudian memasukkan jarinya itu ke mulutnya dan mengemutnya sambil tersenyum. Tatapan matanya juga melirik ke arahku ketika melakukan itu. Gila, darahku berdesir melihatnya. Sungguh seksi dan menggoda, makin lemas aku dibuatnya.
“Udah kan, dek? Puas kan?” katanya lalu membersihkan wajahnya dengan tisu.
“I-iya, kak.. makasih.”
“Udah sana pakai lagi baju kamu, terus bikin pe-er,” suruhnya.
“Iya.. tapi bajunya kakak jangan diganti dulu ya… biarin aja,”
“Kamu mau kakak tetap makai ginian?”
“Iya, gak apa lah, kak.. kan cuma di dalam rumah aja, lagian cuma kita berdua aja di sini.”
“Iya deh.. malam ini aja lho, dasar kamu nakal.” katanya akhirnya menuruti.
Aku pun mengenakan kembali pakaianku dan keluar dari kamarnya. Sungguh pengalaman yang luar biasa. Kakakku juga ikut keluar kamar. Dia beraktifitas seperti biasa, keluyuran di dalam rumah dengan masih memakai setelan yang aku berikan tadi. Sungguh menggoda melihatnya berkeliaran di dalam rumah mengenakan pakaian seperti itu. Saat dia duduk tentu saja kemeja itu tidak dapat lagi menutupi vagina dan pantatnya, sehingga dia kelihatan kerepotan menutupi vaginanya itu dari pandanganku, baik dengan tangannya ataupun dengan merapatkan pahanya. Melihat tingkahnya itu malah bikin aku gemas.
“Liat apa kamu?” tanyanya melotot kepadaku.
“Liatin.. kakak, hehe.. gak usah ditutup-tutup segala, kak.”
“Maunya!! Huh..” katanya seperti menolak. Tapi ternyata dia lepaskan juga tangannya. Dia akhirnya tidak berusaha menutup-nutupinya lagi. Kak Ochi pasrah saja kalau vaginanya menjadi santapan mataku setelah itu. Saat aku kedapatan olehnya melirik ke vaginanya dia malah tersenyum padaku. Bikin aku gregetan aja.
Untung saja hanya aku yang melihatnya seperti itu, entah apa jadinya kalau orang lain melihat penampilan kakakku seperti sekarang. Yang selama ini di luar selalu berpakaian tertutup, kini nyaris telanjang keluyuran di dalam rumah.
Tapi semesum-mesumnya pikiranku, aku belum kepikiran untuk benar-benar menyetubuhinya, itu masih sebatas khayalan sebagai bahan onaniku saja. Aku belum sampai senekat itu, aku masih waras untuk tidak berhubungan badan dengan kakak kandungku sendiri. Ini saja sudah lebih dari cukup, tapi mungkin saja suatu saat bisa terjadi. Saat ini aku nikmati saja dulu pemandangan di depanku ini. Pemandangan kakakku yang seksi dan nakal ini. Sepertinya malam ini aku akan sekali lagi pejuin dia. Sungguh melihat pemandangan indah ini membuat aku tidak tahan. Tidak mungkin aku bisa menahannya lama-lama.
“Crooot… croooot…”
“Adeeeeeeeeeeeeeeeeeekkkk!!!”

***

“Adeeeeeeeeeeeeeeeeeekkkk!!! Kena nih baju kakaaaak!!” teriak kak Ochi memekakkan telinga.
“M-maaf, kak.”
“Dasar kamu ih, ngecrotnya sembarangan ajah… lihat nih jadi belepotan kemana-mana gini!!” katanya mengusap kemejanya yang terkena ceceran spermaku, bahkan sampai berceceran ke pahanya yang putih mulus.
“Ih, jorooookkk…” rengeknya manja. Dia lepaskan kaos kakinya dan menggunakannya untuk membersihkan pahanya dengan ekspresi jijik, lalu melemparkan kaos kaki itu ke arahku.
“Ini juga kotor, malas ah kakak pake terus,” katanya dengan santai membuka sisa kancing lalu melepaskan kemeja itu dari tubuhnya. Dia juga melemparkan kemejanya itu padaku.
Aku tidak percaya apa yang aku lihat, Kak Ochi Bugil! Akhirnya aku dapat melihatnya bugil lagi. Mataku tidak bisa lepas dari tubuhnya. Tubuh nakal kak Ochi kini tidak tertutup apa-apa lagi, begitu putih, mulus dan terawat. Posenya juga menggiurkan dengan paha dirapatkan dan tangan menyilang di dada seperti berusaha menutupi buah dadanya yang ranum, tapi tetap saja aku masih bisa melihat puting merah mudanya yang mancung tegak itu. Pikiranku langsung melayang kemana-mana.
“Adek! Malah bengong kamunya… Cuci tuh semua!! Kamu kira apa emang?! Malah ngelamun lliatin kakak… Rese!” katanya dengan wajah dicemberutkan, membuatku tersadar dari lamunan cabulku.
“Eh, i-iya, kak,” kataku terbata memungut kemeja dan kaos kakinya itu. Lagian melihat ulah dan keadaan dirinya saat ini siapa juga yang tidak bakal horni dan mikir jorok.
“Ayooo…. Ngelamun apa kamu barusan? Ngayal gitu-gituan sama kakak? Iya? Iya kan? jujuuuurrrrr….,” katanya menatapku penuh selidik, membuat aku jadi grogi.
“Iya, kak, upss..” duh, aku keblablasan ngomong terlalu jujur.
“Rese kamu dek, udah sana bobo! Gitu-gituan sama kakaknya dalam mimpi kamu aja sana, hihi… Malam ini sampai di sini aja. Gak apa kan? udah dua kali ngecrot juga kamunya.”
“Ngmmm… tapi kapan-kapan boleh lagi kan kak, kaya tadi? Hehe,” tanyaku harap-harap cabul.
“Huuu… Seenaknya aja kamu ngomong, dasar!” jawabnya. Meski tidak mengiyakan tapi dia juga tidak menolak, aku anggap saja dibolehkan.
“Jangan lupa tuh dicuci sampai harum lagi. Pokoknya yang bersih! Udah ah, kakak mau bobo,” ujarnya sambil berlari kecil ke kamarnya, masih dalam keadaan telanjang bulat tentunya.
“Nngg… Kak….” Panggilku.
“Hmm? Apa lagi, dek?” sahutnya menoleh ke arahku.
“Tidur bareng?” tawarku.
Dia tersenyum manis, lalu menyuruhku mendekat ke arahnya dengan isyarat telunjuk. Dengan cengar-cengir kesenangan akupun segera mendekat ke arahnya.
“Jtak!!”
“Aduh… aw..sshh!” Keningku dijitak olehnya, sakit.
“Rasain! Sakit, dek? Hmm? Mau lagi? Udah kakak bilang udahan… sana-sana hush hush…”
“Iya, iyaaaaah..”
Yah… aku tidur sendiri malam ini. Ya sudahlah, lagian tadi aku sudah dua kali ngecrot, bisa mati lemas aku nanti. Kuperiksa kemeja yang tadi dipakainya. Ternyata memang banyak ceceran spermaku di sana, dan ternyata baunya memang menyengat. Terpaksa aku nyuci dulu malam-malam, daripada besok aku kena sembur olehnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.